SMAN 7 Lubuk Linggau alami krisis siswa meski fasilitas lengkap. Kepala sekolah desak Pemprov Sumsel ubah sistem penerimaan murid baru (SPMB).

SMAN 7 Lubuk Linggau alami krisis siswa meski fasilitas lengkap. Kepala sekolah desak Pemprov Sumsel ubah sistem penerimaan murid baru (SPMB). Foto: Istimewa
SMAN 7 LUBUK LINGGAU menghadapi krisis jumlah siswa meski memiliki fasilitas lengkap dan tenaga pengajar profesional.
Kepala sekolah Agustunizar, M.Pd, mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui Dinas Pendidikan untuk segera mengambil langkah konkret dengan mengubah teknis Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2026/2027.
Dalam sesi tanya jawab pada kegiatan Reses Masa Sidang III DPRD Provinsi Sumsel di SMKN 1 Lubuk Linggau, Senin (25/8/2025), Agustunizar menegaskan bahwa sekolah negeri besar di Sumsel sebaiknya hanya diizinkan menerima maksimal delapan rombongan belajar (rombel).
“Kalau bisa agar sekolah-sekolah pinggiran seperti SMAN 7 Lubuk Linggau tetap hidup, SMA/SMK negeri maksimal hanya boleh menerima 8 rombel saja,” ujarnya.
Sekolah Pinggiran Kehilangan Siswa
Menurutnya, kondisi saat ini membuat sekolah kecil atau di pinggiran seperti SMAN 7 Lubuk Linggau sulit mendapatkan siswa.
Bahkan ada sekolah yang menerima hingga 11 rombel karena adanya “titipan” siswa.
Agustunizar menilai kelemahan sistem SPMB terletak pada mekanisme online yang memberi keleluasaan sekolah mengusulkan rombel sesuai keinginan masing-masing ke Kemendikdasmen.
“Bayangkan, SMAN 7 dengan fasilitas lengkap dan guru profesional, tahun 2024 hanya dapat delapan siswa. Tahun 2025 hanya sebelas siswa. Padahal kami punya 25 guru, enam di antaranya bersertifikasi, tapi tak bisa memenuhi kewajiban jam mengajar karena murid sangat sedikit,” jelasnya.
Akibat kondisi tersebut, enam guru sudah memilih pindah sejak 2022. Kini, jumlah siswa SMAN 7 Lubuk Linggau hanya sekitar 60 orang.
Kualitas Tak Kalah Bersaing
Meski jumlah siswa minim, Agustunizar menegaskan kualitas lulusan SMAN 7 tetap bisa bersaing. Pada 2025, lima alumni berhasil menjadi anggota TNI, beberapa lainnya diterima sebagai polisi dan mahasiswa di perguruan tinggi negeri.
“Meski jumlahnya sedikit, kami tetap maksimal mendidik mereka. Kami berupaya sungguh-sungguh agar siswa tetap berprestasi,” ujarnya.
Namun, ia mengaku kecewa karena keluhan yang berulang kali disampaikan ke Dinas Pendidikan Sumsel maupun DPRD belum ditindaklanjuti.
Bahkan, ia siap mundur dari jabatan kepala sekolah jika dianggap gagal dalam manajemen penerimaan siswa.
Respons DPRD Sumsel
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Sumsel H. Toyeb Rakembang mengakui adanya masalah mendasar dalam sistem penerimaan siswa.
Ia menilai pembangunan sekolah baru yang terlalu banyak pada masa lalu ikut memperparah persaingan antar sekolah.
Toyeb bahkan menyarankan agar SMAN 7 Lubuk Linggau dialihkan kewenangannya menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Lubuk Linggau di bawah Kementerian Agama.
“Ini bukan menyalahkan rezim sebelumnya, tapi mungkin nanti kita ajukan agar SMAN 7 ini bisa dihibahkan ke Kemenag Sumsel,” ujarnya.
Toyeb juga menegaskan tidak akan lagi mengakomodasi praktik titipan murid pada penerimaan siswa baru di tahun mendatang.
“Tahun depan saya tidak akan mengakomodir lagi aksi titip murid. Itu merusak kualitas pendidikan dan mental siswa,” tegasnya.
Usulan Kembali ke Sistem Lama
Politisi Bembi Perdana turut menambahkan, solusi terbaik adalah mengembalikan sistem penerimaan ke pola lama berdasarkan nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni).
Menurutnya, dengan cara itu distribusi siswa akan lebih merata dan tidak ada sekolah yang kekurangan murid.
“Kalau kembali ke sistem NEM, sekolah seperti SMAN 7 tidak akan kesulitan mendapatkan murid,” ucapnya.
Menanti Kebijakan Tegas Pemprov Sumsel
Persoalan kekurangan siswa yang menimpa SMAN 7 Lubuk Linggau menjadi gambaran peliknya persoalan pendidikan di daerah.
Para pemangku kebijakan, baik DPRD maupun Pemprov Sumsel, dituntut segera mengambil langkah tegas agar sekolah-sekolah negeri di pinggiran tetap hidup dan mampu berkontribusi mencetak generasi muda berkualitas. **