Sebanyak 13 kampus Indonesia masuk daftar integritas riset diragukan versi Research Integrity Risk Index 2024. Ada nama-nama besar seperti UI dan ITB!
Ilustrasi. (*/Mangoci4lawangpost)
APAKAH kamu bangga jadi alumni UI, ITB, atau Unpad? Mungkin kamu perlu menyimak informasi ini dengan saksama.
Baru-baru ini, Research Integrity Risk Index 2024 mengguncang dunia akademik dengan merilis daftar 1.500 universitas dunia yang dinilai punya tingkat risiko dalam integritas riset—dan ya, 13 universitas asal Indonesia masuk dalam daftar merah ini.
Yang mengejutkan, bukan kampus-kampus "kelas dua" yang masuk, tapi justru nama-nama besar seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Padjadjaran (Unpad) yang selama ini jadi kebanggaan negeri.
Pertanyaannya, benarkah integritas ilmiah mereka patut diragukan? Atau ada sesuatu yang belum banyak orang tahu?
Siapa di Balik Research Integrity Risk Index?
Indeks ini dikembangkan oleh Profesor Lokman Meho, seorang akademisi dari American University of Beirut, yang menyusun pemeringkatan berdasarkan sejumlah indikator integritas penelitian. Beberapa indikator tersebut antara lain:
-
Kualitas jurnal tempat publikasi.
-
Frekuensi munculnya publikasi di jurnal tidak terindeks.
-
Kemungkinan manipulasi data atau kutipan.
-
Kemunculan jurnal predator.
Sistem ini bukan hanya sekadar menilai kuantitas riset, tetapi lebih dalam: menyentuh kualitas, kredibilitas, dan etika akademik.
Deretan Universitas Indonesia dengan Integritas Riset Diragukan
Berikut daftar lengkap 13 kampus Indonesia yang masuk dalam laporan tersebut:
No | Universitas | Peringkat Global | Kategori Risiko |
---|---|---|---|
1 | Binus University | 11 | Red Flag |
2 | Universitas Airlangga | 40 | Red Flag |
3 | Universitas Sumatera Utara | 49 | Red Flag |
4 | Universitas Hasanuddin | 69 | Red Flag |
5 | Universitas Sebelas Maret | 86 | Red Flag |
6 | Universitas Diponegoro | 152 | High Risk |
7 | Universitas Brawijaya | 155 | High Risk |
8 | Universitas Padjadjaran (Unpad) | 177 | High Risk |
9 | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 233 | Watch List |
10 | Universitas Indonesia (UI) | 266 | Watch List |
11 | Institut Teknologi Bandung (ITB) | 354 | Watch List |
12 | Institut Pertanian Bogor (IPB) | 358 | Watch List |
13 | Universitas Gadjah Mada (UGM) | 363 | Watch List |
Tanggapan Tegas dari Para Rektor
UI: Hanya Masuk “Watch List”, Bukan Masalah Serius
Rektor UI, Heri Hermansyah, menegaskan bahwa kampusnya tidak berada dalam kategori risiko tinggi, melainkan hanya dalam daftar pemantauan (watch list).
“Ini terjadi karena ada jurnal yang tadinya terindeks, lalu tidak lagi terindeks. Tapi itu tidak berarti kualitas riset kami jelek,” ujar Heri.
Ia menyebut bahwa data dari indeks ini justru menjadi refleksi penting untuk UI agar lebih cermat dalam quality control publikasi ke depan.
ITB: Ekosistem Penelitian Indonesia Masih Tertinggal
Sementara itu, Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara, mengakui bahwa riset kampus Indonesia memang belum bisa disamakan dengan universitas di negara maju.
“Banyak penulis pemula dari Indonesia yang mempublikasikan di jurnal yang tidak setara dengan jurnal-jurnal internasional bereputasi. Maka wajar jika dianggap berisiko,” ujar Tata.
Meski demikian, ia menilai posisi ITB dalam kategori kuning atau watch list masih bisa dimaklumi, dan tak berarti riset mereka rendah mutu.
Apakah Kampus Indonesia Sedang Krisis Etika Akademik?
Pertanyaan yang layak kita renungkan: apakah memang kampus-kampus besar ini sedang mengalami krisis etika akademik?
Jawabannya tidak sesederhana itu. Ada banyak faktor struktural yang memengaruhi:
-
Tuntutan publikasi yang tinggi untuk dosen dan mahasiswa pascasarjana.
-
Banyaknya jurnal predator yang menjerat penulis pemula.
-
Belum meratanya literasi publikasi bereputasi di kalangan dosen.
-
Kurangnya dana riset berkualitas internasional.
Bisa dibilang, kampus Indonesia sedang menghadapi “jebakan produktivitas semu”, yakni mengejar kuantitas publikasi tanpa memperhatikan kualitas dan integritasnya.
Red Flag Adalah Alarm Serius
Beda dengan watch list, kategori Red Flag seperti yang dialami Binus, Unair, atau USU mengindikasikan potensi pelanggaran integritas yang serius. Jika dibiarkan, ini bisa menodai reputasi akademik dalam jangka panjang.
Peluang untuk Bangkit: Evaluasi Besar-besaran
Meski terdengar memalukan, justru ini saat yang tepat bagi kampus Indonesia untuk berbenah besar-besaran. Menurut banyak akademisi, pemeringkatan ini bisa dijadikan:
-
Bahan evaluasi sistem riset nasional.
-
Pemicu perbaikan kualitas publikasi ilmiah.
-
Peluang memperkuat sistem pengawasan integritas akademik.
Dan tak kalah penting: memperkuat literasi dosen dan mahasiswa terhadap bahaya jurnal predator dan praktik riset tidak etis.
Jangan Cepat Menghakimi, Tapi Tetap Waspada
Masyarakat tak boleh cepat menghakimi universitas hanya berdasarkan satu pemeringkatan.
Namun, masyarakat juga berhak tahu bahwa reputasi kampus bukan hanya soal akreditasi, tapi juga integritas.
Sebagai calon mahasiswa, orang tua, atau pemangku kebijakan pendidikan, kita harus lebih selektif dan kritis terhadap kualitas kampus, bukan hanya popularitasnya.
Riset yang Kredibel Adalah Masa Depan Bangsa
Integritas riset bukan hanya urusan jurnal ilmiah atau dosen S3. Ini menyangkut masa depan bangsa.
Indonesia tak akan mampu bersaing di kancah global jika riset yang dihasilkan penuh manipulasi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Sudah saatnya kampus-kampus Indonesia berhenti mengejar jumlah publikasi, dan mulai fokus pada mutu dan integritas.
Jika kamu tertarik dengan dunia akademik, pastikan kamu tidak hanya melihat ranking kampus, tapi juga melihat seberapa besar mereka menjunjung tinggi kredibilitas ilmiah.
Ingat, intelektual sejati lahir dari kejujuran dalam mencari kebenaran. **