Desa Ulak Mengkudu |
DI SEBERANG Sungai Musi, Desa Ulak Mengkudu, Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang, ada makam tua yang diyakini makam seorang tokoh penyebar agama Islam di wilayah desa itu dan wilayah sekitarnya.
Bukan hanya seorang ulama, tokoh tersebut juga diyakini nenek moyang (puyang) sekaligus pendiri desa tersebut.
Namanya, Sia Ali Majedin. Juga dikenal dengan Puyang Gunung.
Dalam suatu waktu, banyak orang-orang datang ke makam yang berada di atas bukit di seberang sungai desa itu, dengan berbagai tujuan (niat).
Untuk mencapai makam ini, peziarah harus menyeberangi sungai meniti jembatan gantung dan mendaki bukit yang cukup terjal.
Namun setiap langkah terasa sepadan, karena suasana sakral dan jalan setapak yang terjal melalui kebun karet dan kopi milik warga membuat perjalanan ini seperti melangkah ke masa lalu.
Tak jarang, para peziarah merasa mendapat ketenangan batin dan keyakinan setelah melakukan ziarah.
Entah karena suasananya yang syahdu atau karena kepercayaan yang diwariskan turun-temurun, makam ini tetap lestari sebagai sumber spiritualitas masyarakat setempat.
Untuk berziarah ke makam tersebut, orang-orang membawa ayam berwarna (bulu) putih-kuning yang sudah dipanggang masak tanpa dibumbui dengan garam (tanpa rasa) sebagai persembahan (sedekah) ke makam tersebut.
Berikut perlengkapan-perlengkapan sesajen lainya, seperti nasi kuning dan lainya.
Seorang warga sekitar, Adenan menyebut, orang-orang yang ziarah ke makam Puyang Gunung, biasanya ada hajat, seperti pasangan yang hendak melaksanakan pernikahan, orang yang berniat mencalonkan diri menjadi pejabat, hingga orang yang punya niat pergi merantau ke daerah lain.
"Intinya orang yang berziarah ke sana ada niat baik ingin sukses dan ingin minta restu ke Puyang Gunung," sebutnya.
Seorang sesepuh Desa Ulak Mengkudu, Rozali menyebut, jika Puyang Gunung merupakan keturunan dari Sipahit Lidah. Tokoh dalam legenda yang terkenal di seantero Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
"Ayah dari beliau adalah Serunting Sakti, dan beliau adalah anak dari Si Pahit Lidah. Jadi, Puyang Gunung ini merupakan cucu dari Si Pahit Lidah," tutur Rozali yang kini sudah berumur 86 tahun tersebut saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/6/2025).
Meski demikian, Rozali mengaku tidak mengetahui, antara tahun berapa Puyang Gunung hidup di wilayah desanya. Hanya saja dirinya mengetahui cerita tentang Puyang Gunung dari orang-orang tua di atasnya melalui tutur ke tuturan.
"Puyang Gunung menyebarkan agama Islam di sini, dengan cara halus, tidak dengan kekerasan. Beliau ini seorang kyai," tegasnya.
Dia menyebut, orang yang ingin ziarah ke makam tersebut tidak diperkenankan memilkin niat jelek, seperti ingi minta nomor togel atau niat tidak baik lainnya.
"Khawatirnya, bisa celaka atau bisa kena lamian (teguran dari makhluk halus yang dapat mencelakakan)," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat di Tebing Tinggi asal Desa Lubuk Gelangang, Abas mengatakan, makam keramat di atas di atas bukit seberang Sungai Desa Ulak Mengkudu, itu benar adalah makam leluhur atau Puyang desa setempat.
"Iya, itu makam Puyang Gunung, nama aslinya Sia Ali Majedin, Puyang masyarakat desa setempat. Beliau itu seorang Kiayi penyebar agama Islam di sana," sebutnya.
Menurut Abas, ciri-ciri anak cucu keterunan Puyang Gunung yang asli di desa itu, tidak berkumis.
Namun dirinya menolak jika Puyang Gunung dikatakan keturunan dari Puyang Si Pahit Lidah.
Pasalnya, dari cerita-cerita yang dia dapat dari orang-orang tua dahulu, yang disebut-sebut Serunting Sakti, ayah dari Puyang Gunung Desa Ulak Mengkudu, itu berasal dari wilayah Bengkulu.
"Serunting Sakti yang dimaksut di Desa Ulak Mengkudu itu, beliau perantau asal dari wilayah Bengkulu yang kemudian kembali ke wilayah Bengkulu, meninggalkan anaknya bernama Sia Ali Majedin yang kita kenal Puyang Gunung itu di wilayah sekarang bernama Desa Ulak Mengkudu," bebernya.
Diapun menegaskan, jika tidak ada hubungannya antara Puyang Gunung dengan Si Pahit Lidah, karena memang beda cerita dan sejarahnya. **