MILENIAL dan Generasi Z, dua kelompok generasi yang sering disorot dalam perkembangan finansial saat ini. Data terbaru menunjukkan bahwa kedua generasi ini memiliki utang yang lebih banyak dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Faktanya, ini terlihat jelas dari statistik tentang kepemilikan rekening dan jumlah pinjaman yang beredar pada platform fintech P2P lending.
Menurut data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2022, 62% dari rekening pada platform fintech P2P lending dimiliki oleh individu yang berusia antara 19 hingga 34 tahun. Tak jauh berbeda, sekitar 60% dari total pinjaman yang disalurkan oleh platform ini juga diberikan kepada kelompok usia yang sama.
Artinya, pengguna fintech P2P lending didominasi oleh Milenial dan Generasi Z. Hal ini mungkin membuat banyak orang bertanya-tanya, mengapa kedua generasi ini lebih cenderung berutang?
Alasan pertama adalah kemajuan teknologi. Era digital membawa kemudahan dalam mengajukan pinjaman melalui platform fintech P2P lending dan layanan "paylater."
Dulu, mengajukan pinjaman memerlukan pertemuan tatap muka, tetapi sekarang, semua bisa dilakukan secara daring. Persyaratan pinjaman pun menjadi lebih sederhana.
Selain itu, aplikasi belanja online, aplikasi pemesanan tiket, dan layanan pesan antar makanan semakin memudahkan gaya hidup konsumtif.
Terlebih lagi, jika aplikasi tersebut menawarkan opsi paylater, seseorang dapat membeli barang tanpa membayar segera, yang sebenarnya termasuk utang konsumtif.
Untuk itu, penting bagi kita semua untuk bijak dalam menggunakan aplikasi digital ini dan memiliki perencanaan keuangan yang matang agar terhindar dari utang konsumtif.
Alasan kedua adalah bahwa Milenial dan Generasi Z merupakan kelompok usia produktif yang memiliki pendapatan. Mereka punya uang untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi, jika tidak mampu mengatur keuangan dengan baik, mereka cenderung menjadi konsumtif. Terkadang, jika pendapatan tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran mereka, utang menjadi solusi sementara, meskipun sebenarnya ini hanya memindahkan masalah ke depan.
Contohnya, seseorang menggunakan layanan paylater untuk membeli gadget baru dengan harapan bisa melunasi utang ketika gaji masuk bulan berikutnya. Tanpa perencanaan keuangan yang baik, hal ini bisa menjadi beban finansial di masa depan.
Selain itu, kurangnya literasi keuangan juga berperan penting. Ketidakpahaman tentang produk keuangan dan kurangnya perencanaan keuangan membuat sulit untuk menabung atau berinvestasi, sehingga mereka cenderung menggunakan produk pinjaman tanpa pertimbangan yang matang.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk meningkatkan literasi keuangan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang produk keuangan dan perencanaan keuangan yang matang, kita akan menjadi lebih selektif dalam mengatur pengeluaran, mengutamakan kebutuhan daripada keinginan, sehingga tidak terjerumus dalam kebiasaan berutang.
Dalam rangka menghindari kebiasaan berutang yang berpotensi merugikan, penting bagi Milenial dan Generasi Z untuk memahami penyebab di balik perilaku berutang mereka.
Dengan bijak mengelola keuangan, meningkatkan literasi keuangan, dan berpikir jangka panjang, kita dapat menghindari utang konsumtif yang bisa menghambat kemajuan finansial kita. Semoga informasi ini membantu sobat-sobat semua untuk mengelola keuangan dengan lebih baik dan lebih bijak! (*)