Masa depan honorer ditentukan data! BKN dorong instansi serius kelola SIASN agar pengangkatan PPPK tak terhambat. Ini penjelasan lengkapnya!
Ilustrasi. (*/Mangoci4lawangpost.com)
SIAPA sangka, semangat saja tak lagi cukup untuk menyelamatkan masa depan tenaga honorer di Indonesia. Kini, satu kata yang menentukan semuanya: data.
Ya, dalam era digital seperti sekarang, ratusan ribu pegawai non-ASN (Aparatur Sipil Negara) harus menggantungkan nasibnya pada keakuratan dan kesiapan data yang diunggah oleh instansi mereka ke platform digital.
Bila lalai, maka bersiaplah untuk tertinggal dalam proses pengangkatan menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Mengapa Data Kini Jadi Kunci Masa Depan Honorer?
Dalam forum daring bertajuk BKN Menyapa yang digelar pada Jumat, 1 Agustus 2025, dua sosok penting dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) tampil memberi pesan tegas: jangan remehkan peran data dalam proses rekrutmen PPPK.
Wakil Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto bersama Deputi BKN Aris Windiyanto menekankan, bahwa penataan tenaga honorer tidak lagi bisa mengandalkan niat baik atau kebijakan politis semata. Semua harus berbasis data yang terintegrasi dan tervalidasi.
“Kami meminta seluruh instansi tidak menunda pengisian DRH dan segera melakukan proses verifikasi agar NI PPPK Tahap II dapat segera diterbitkan secara tepat waktu,” tegas Haryomo.
Pesan ini bukan basa-basi. Di baliknya tersimpan potensi besar dan juga bahaya laten. Bila instansi tak serius dalam mengisi data, maka ribuan tenaga honorer bisa kehilangan kesempatan yang sudah mereka perjuangkan bertahun-tahun.
SIASN: Tulang Punggung Transformasi Honorer
Nama SIASN (Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara) mungkin masih asing bagi sebagian masyarakat.
Tapi, bagi para pengelola kepegawaian di instansi pemerintahan, sistem ini adalah tulang punggung dalam pengangkatan PPPK.
Melalui SIASN, setiap instansi wajib mengunggah:
-
DRH (Daftar Riwayat Hidup)
-
SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak)
-
Dokumen pendukung lainnya
Semua itu harus ditandatangani secara digital oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian). Tanpa kelengkapan ini, proses pengangkatan PPPK tak bisa berjalan.
Namun, tak semudah membalik telapak tangan. SIASN juga menuntut kesiapan SDM, terutama dalam memahami sistem digital yang terintegrasi.
Banyak instansi daerah, terutama yang terpencil, masih kesulitan mengakses dan memanfaatkan sistem ini secara maksimal.
“Dalam proses pengusulan kebutuhan PPPK Paruh Waktu, instansi diminta mengacu pada klasifikasi tenaga non-ASN berdasarkan kategori prioritas,” jelas Aris Windiyanto.
Artinya, SIASN bukan hanya alat unggah dokumen. Ia menjadi penentu utama siapa yang layak masuk dalam formasi PPPK, siapa yang belum cukup data, dan siapa yang harus menunggu lebih lama.
Keterlambatan Data = Terhambatnya Masa Depan
Apa dampaknya jika data tak lengkap atau tidak valid?
-
NI PPPK (Nomor Induk PPPK) tidak bisa diterbitkan tepat waktu.
-
Formasi paruh waktu bisa tertunda bahkan dibatalkan.
-
Calon PPPK bisa kehilangan peluang karena kesalahan teknis yang seharusnya bisa dihindari.
Kondisi ini membuat forum BKN kali ini terasa lebih “mendesak” dibanding sebelumnya. Isu data bukan lagi hal teknis yang bisa ditunda.
Ini tentang nasib, harapan, dan masa depan para tenaga non-ASN yang selama ini mengabdi dalam ketidakpastian.
Masalah Honorer Tak Bisa Diselesaikan Tanpa Disiplin Data
Forum daring BKN kali ini secara eksplisit menyebutkan: perlu konsolidasi data yang serius, bukan sekadar niat baik.
Pengangkatan PPPK tidak cukup hanya mengandalkan political will. Instansi harus disiplin dalam manajemen SDM, mulai dari perencanaan kebutuhan pegawai, pengisian DRH, hingga validasi akhir.
Tanpa konsistensi dan integritas dalam mengelola data, maka reformasi birokrasi hanya akan menjadi jargon tanpa hasil.
“Keseriusan dalam mengelola dan mengintegrasikan data adalah bentuk penghormatan terhadap tenaga non-ASN itu sendiri.”
Pernyataan ini begitu kuat. Karena memang, menghargai para honorer bukan cukup dengan mengatakan "kami peduli", tetapi harus dibuktikan lewat sistem yang efisien, transparan, dan berbasis data.
Apa yang Harus Dilakukan Instansi Sekarang?
Untuk mendukung suksesnya proses pengangkatan PPPK, berikut langkah-langkah krusial yang harus dilakukan setiap instansi:
-
Segera isi dan unggah DRH seluruh tenaga non-ASN.
-
Lakukan validasi internal data agar tidak terjadi kesalahan informasi.
-
Tandatangani SPTJM secara digital, dan pastikan semua dokumen terunggah di SIASN.
-
Tingkatkan literasi digital SDM di daerah, terutama bagian kepegawaian.
-
Lakukan pelatihan teknis SIASN untuk petugas terkait.
BKN tidak akan bisa bekerja sendirian. Keberhasilan transformasi tenaga honorer ini membutuhkan kolaborasi antara pusat dan daerah.
Peran Digitalisasi dalam Menyusun Birokrasi Baru
Yang menarik, pernyataan para pejabat BKN kali ini juga menyoroti arah kebijakan yang lebih besar: desain ulang birokrasi Indonesia.
Kebijakan pengangkatan PPPK dan integrasi SIASN bukan hanya soal status kepegawaian. Ini adalah bagian dari upaya mewujudkan birokrasi modern, yang lebih:
-
Akuntabel
-
Efisien
-
Transparan
-
Ramah teknologi
Dengan sistem data yang solid, negara dapat memastikan bahwa rekrutmen dilakukan berdasarkan kebutuhan riil, bukan sekadar kebijakan tambal sulam.
Honorer Harus Tahu: Jangan Hanya Menunggu!
Bagi para honorer, ini juga menjadi wake-up call. Jangan hanya menunggu bola dari instansi. Pastikan:
-
Data pribadi kalian sesuai dengan dokumen resmi.
-
Komunikasi dengan bagian kepegawaian tetap terjaga.
-
Pahami apa itu SIASN dan apa saja dokumen yang diperlukan.
-
Proaktif menanyakan perkembangan proses DRH dan pengusulan formasi.
Ingat, masa depanmu kini berada di tangan sistem. Dan sistem hanya bisa bekerja dengan data yang bersih, lengkap, dan valid.
Pengangkatan PPPK 2025 bukan lagi soal siapa yang paling lama mengabdi atau siapa yang punya kedekatan dengan pejabat.
Semuanya kembali pada kualitas dan kesiapan data digital yang dimiliki instansi.
Dengan SIASN sebagai platform utama, setiap langkah dalam proses pengangkatan akan terpantau secara sistematis.
Kesalahan kecil bisa berdampak besar. Maka, instansi wajib serius, dan honorer juga harus lebih proaktif.
Kini, pertanyaannya bukan lagi "kapan saya diangkat?", tetapi "apakah data saya sudah siap dan valid untuk diangkat?" **