Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Menghitung Jumlah Perolehan Kursi DPR-DPRD dengan Metode Sainte-Laguë

Pemilu 2024
PEMILIHAN Umum (Pemilu) merupakan salah satu mekanisme penting dalam sistem demokrasi yang memungkinkan warga negara untuk memilih wakil mereka dalam badan legislatif. 

Di Indonesia, pembagian kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) pada Pemilu 2024 kemungkinan masih menggunakan metode Sainte-Laguë, yang telah diperkenalkan sejak tahun 1910 oleh seorang pakar matematika asal Prancis bernama Andre Sainte-Laguë.

Aturan mengenai metode Sainte-Laguë tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Pasal 414 Ayat 1 dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sebesar 4%. 

Partai yang tidak memenuhi ambang batas tersebut tidak akan diikutsertakan dalam penentuan kursi di DPR RI. Namun, untuk penentuan kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, seluruh partai politik akan dilibatkan.

Menilik Pasal 415 (2) UU Nomor 7 Tahun 2017, setiap partai politik yang memenuhi ambang batas akan dibagi dengan bilangan pembagi 1 yang diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya. Proses pembagian kursi dilakukan berdasarkan jumlah suara yang diperoleh oleh masing-masing partai politik.

Sebagai contoh, jika suatu daerah pemilihan (Dapil) memiliki alokasi empat kursi dan terdapat lima partai politik (Partai A, Partai B, Partai C, Partai D, dan Partai E) dengan jumlah suara sebagai berikut: Partai A (30.000 suara), Partai B (20.000 suara), Partai C (15.000 suara), Partai D (7.000 suara), dan Partai E (5.000 suara), maka proses pembagian kursi dilakukan sebagai berikut:

1. Kursi Pertama: Setiap partai politik dibagi dengan bilangan pembagi 1. Partai dengan suara terbanyak, dalam hal ini Partai A, mendapatkan kursi pertama.

2. Kursi Kedua: Partai A dibagi dengan bilangan 3, sedangkan partai lain tetap dibagi dengan 1. Partai dengan suara terbanyak setelah pembagian kursi pertama, dalam hal ini Partai B, mendapatkan kursi kedua.

3. Kursi Ketiga: Partai A dan Partai B dibagi dengan bilangan 3, sedangkan partai lain tetap dibagi dengan 1. Partai dengan suara terbanyak setelah pembagian kursi kedua, dalam hal ini Partai C, mendapatkan kursi ketiga.

4. Kursi Keempat: Partai A, Partai B, dan Partai C dibagi dengan bilangan 3, sedangkan partai lain tetap dibagi dengan 1. Partai dengan suara terbanyak setelah pembagian kursi ketiga, dalam hal ini Partai A, mendapatkan kursi keempat.

Proses ini dilanjutkan hingga semua kursi telah terbagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode Sainte-Laguë memberikan representasi yang proporsional bagi setiap partai politik berdasarkan jumlah suara yang diperoleh dalam Pemilu. (*/red)