Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siji Jejer Telu, Larangan-Larangan Pernikahan dalam Budaya Jawa Mitos dan Solusi

PERNIKAHAN adalah momen sakral yang membutuhkan persiapan matang, terutama dalam budaya Jawa. Dalam budaya ini, terdapat beberapa larangan pernikahan yang dipercaya dapat membawa kesialan dan ketidakbahagiaan ke dalam kehidupan berumah tangga. Mari kita bahas beberapa contohnya.

1. Menikah dengan Anak Pertama dan Ketiga (Jilu)

Salah satu larangan pernikahan yang terkenal dalam masyarakat Jawa adalah pernikahan antara anak pertama dan ketiga, yang disebut "jilu". Mitosnya, pernikahan seperti ini dapat menyebabkan kurangnya akurasi dan seringnya muncul masalah dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat yang cenderung besar antara anak pertama dan ketiga. Anak pertama cenderung bertanggung jawab, mandiri, dan pemimpin, sementara anak ketiga lebih bebas, kreatif, dan santai. Jika tidak ada pemahaman dan penghargaan antara keduanya, konflik dalam rumah tangga dapat muncul.

2. Menikah dengan Anak Pertama dan Anak Pertama

Tidak hanya pernikahan antara anak pertama dan ketiga yang perlu dihindari, tapi juga pernikahan antara dua anak pertama. Hal ini juga berlaku jika salah satu dari mereka adalah anak pertama dalam keluarganya (1 1 1 atau siji jejer telu). Mitosnya, pernikahan dengan pola siji jejer telu ini membawa kesialan dan ketidakbahagiaan. Anggapan ini didasarkan pada stereotip bahwa anak pertama cenderung keras kepala, egois, dan dominan. Ketika dua individu dengan sifat yang sama menikah, sulit bagi mereka untuk menyesuaikan dan kompromi.

3. Tidak Sesuai Dengan Hitungan Weton Jodoh

Dalam budaya Jawa, penting untuk memeriksa kesesuaian "weton" saat memilih pasangan hidup. Weton adalah perhitungan hari lahir dan neptu menurut pasaran Jawa, seperti kliwon, legi, pahing, pon, dan wage. Weton jodoh adalah weton yang dianggap cocok untuk menikah dengan seseorang. 

Salah satu cara untuk menentukan weton jodoh adalah dengan menjumlahkan weton kedua calon pengantin dan membaginya dengan lima. Jika hasilnya adalah 1, 2, atau 4, maka weton jodoh tercapai. Namun, jika hasilnya adalah 0 atau 3, maka weton jodoh dianggap tidak tercapai. Mitosnya, jika menikah dengan weton jodoh yang tidak sesuai, bisa menimbulkan masalah dalam rumah tangga, seperti perselingkuhan, perceraian, atau kematian.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa mitos-mitos ini tidak selalu menjadi kenyataan mutlak. Jika dua orang sudah saling mencintai dan terhalang oleh mitos, langkah-langkah antisipasi dapat diambil. Salah satunya adalah dengan menggelar prosesi ruwatan untuk menolak bala atau kesialan yang mungkin muncul akibat larangan-larangan tersebut.

Dalam akhirnya, kebahagiaan dalam pernikahan tidak hanya tergantung pada larangan-larangan ini, tetapi juga pada kesetiaan, pengertian, dan komitmen pasangan untuk menjalani kehidupan bersama dengan baik. (*)